Adab-Adab Mujahadah
2. Hatinya hudlur berkonsentrasi
kepada Alloh .
Sabda Nabi SAW :
الإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ
فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ (رَوَاهُ الْبُخَارِي
وَمُسْلِمٌ عَن أبي هُريْرَةَ رضي الله عنه)
“Penerapan “ihsan” yaitu engkau
beribadah kepada Alloh seakan-akan melihat-Nya, maka apabila belum
bisa sadarilah sesungguhnya Alloh melihat kamu (HR
Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairoh Ra.)
3. ISTIHDLOR, yakni
merasa berada di hadapan Rosululloh , wa Ghoutsi Hadzaz Zaman , dengan
ketulusan hati, ta’dhim (memuliakan), mahabbah(mencinta)
sedalam-dalamnya dan semurni-murninya.
a. Imam
Al-Ghozali berkata:
وَقَبْلَ قَوْلِكَ "السَّلاَمُ
عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبـِىُّ" أَحْضِرْ شَخْصَـهُ الْكَرِيْمَ فِي
قَلْـبِكَ وَلْيـُصَدِّقْ أَمَلَكَ فِي أَنَّهُ يَبْلُغُهُ وَيَرُدُّ عَلَيْكَ
بِمَا هُوَ أَوْفَى (ألإحيآء في باب الصلاة وسعادة الدرين : 223)
“Sebelum
kamu mengucapkan "السـَّلاَمُ
عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبـِىُّ" (pada saat
baca tahiyat ) hadirkan pribadi Beliau yang mulia dalam hatimu dan mantapkan
angan-anganmu bahwa salam kamu sampai pada Beliau dan Beliau menjawabnya
dengan jawaban yang lebih tepat” (Dalam
kitab Ihya’ bab sholat dan Sa’adatut Daroini hal 123 )
b. Dalam
Kitab Jami’ul Ushul hal 48 :
قَلْبُ الْعَارِفِ حَضْـرَةُ اللهِ وَحَوَاسُهُ
أَبْوَابُهَا , فَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَيْهِ بِالْقُرْبِ الْمُلاَئِمِ
لَهُ فُتـِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْحَضْرَةِ
Hatinya
orang arif Billah itu
merupakan hadlrotulloh dan indranya sebagai pintu-pintu hadlroh. Maka barang
siapa yang mendekatkan diri kepada Beliau dengan pendekatan yang serasi
(sesuai) dengan kedudukan Beliau, akan ter-bukalah baginya pintu-pintu hadlroh
(sadar kepada Alloh )
c. Dalam
kitab As-Syifa hal. 32 : Syaikh Abu Ibrahim At-Tajibi berkata :
وَاجِبٌ عَلَى
مُؤْمِنٍ مَتَى ذَكَرَهُ أَوْ ذُكِرَ عِنْدَهُ أَنْ
يَخْضَعَ وَيَتَوَقَّرَ وَيَسْكُنَ مِنْ حَرَكَتـِهِ وَيَأْخـُذَ فِي
هَيْبَتِهِ وَإِجْلاَلِـهِ بـِمَا كَانَ يَأْخُـذَ
نَفْسَهُ وَيَتَأَدَّبَ بِمَا أَدَّبَنَا اللهُ
بِهِ مِنْ تَعْظِيْمِهِ وَتَكْرِيْمِهِ ..... الخ
“Setiap orang yang beriman ketika menyebut
Nabi atau nama
Beliau disebut, diwajibkan menunduk, memuliakan dan diam (tidak bergerak)
serta berusaha mengagungkan dan memuliakan sebagaimana berhadapan langsung
serta mem-bayangkan seakan-akan berada di hadapan Beliau, dan beradab dengan
adab-adab yang telah diajarkan oleh Alloh yaitu ta’dhim (mengagungkan)
dan takrim (memuliakan) Beliau, …..
4. TADZALLUL yakni merasa
rendah diri dan merasa hina sehina-hinanya akibat perbuatan dosanya.
Dalam kitab “Taqribul Ushul”
, hal.156 disebutkan ,
الإِقْبَالُ
إِلَى اللهِ )وَرَسُوْلِهِ ( بِشِدَّةِ
الذُّلِّ وَالإِنْكِسَارِ مَعَ التَّبَرِّى عَنِ الْحَوْلِ وَالْـقُـوَّةِ
أَصْلُ كُلّ ِ خَـيْرٍ دُنْيَوِىٍّ وَأُخْـرَو ِىّ ٍ .
“ Menghadap kepada Alloh wa Rosuulihi dengan
sungguh-sungguh merasa hina dan meratapi dosa-dosa serta merasa tidak
mempunyai daya dan kekuatan adalah pangkal segala kebaikan dunia dan
akhirat”.
5. TADHOLLUM yakni merasa penuh berlumuran dosa dan banyak berbuat dholim. Dholim dan
dosa terhadap Alloh , wa Rosuulihi wa Ghoutsi
Hadzaz Zaman. Dosa terhadap kedua orang tua. Anak,
keluarga, saudara, tetangga, terhadap bangsa, negara dan sebagainya terhadap
semua makhluq yang ada hubungan hak dengan kita.
Ingat dan merasa sedalam-dalamnya bahwa diri kita
termasuk dalam Firman Alloh
إِنَّ الإِ نْسَانَ لَظَلُوْمٌ
كَفَّارٌ (14- ابرهيم : 34 )
“Sesungguhnya
manusia itu selalu berbuat dlolim dan kufur” (QS.
14-Ibrohim : 34).
6. IFTIQOR yakni merasa
butuh sekali, butuh terhadap maghfiroh (ampunan),
perlindungan dan taufiq hidayah Alloh , butuh syafa’at
tarbiyah Rosululloh , butuh barokah nadhroh dan do’a
restu Ghoutsi Hadzaz Zaman Wa A’waanihi wasaa’iri Auiliyaa’i
Ahbaabillah Rodliyallohu Anhum.
7. Bersungguh-sungguh
dan berkeyakinan bahwa mujahadah / do’anya akan dikabulkan oleh Alloh
Ta’ala. Tidak ragu-ragu dan putus asa meskipun belum ada
tanda-tanda diijabahi.
Sabda Nabi SAW :
اُدْعُوا اللهَ
وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُـوْا أَنَّ اللهَ
لاَيَسْتَجـِيْبُ دُعَآءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ (رواه الترمذي
والحاكم عن ابي هريرة)
“Berdo’alah kepada Alloh dengan
berkeyakinan bahwa (do’a-mu) diijabahi; dan ketahuilah bahwasanya
Alloh tidak mengijabahi do’a dari hati yang lupa dan lalai. (HR.
Turmudzi dan Hakim, dari Abi Hurairoh Ra.)
Sabda Nabi :
يُسْتَجَابُ
لأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ فَيَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ رَبِّي فَلَمْ يَسْتَجِبْ لِي (رواه مسلم عن ابي هريرة)
“Doa salah satu dari kalian akan diijabahi selagi
tidak terburu-buru, lalu berkata “Aku telah berdoa dengan bersungguh-sungguh
kepada Tuhanku namun Dia tidak mengijabahi doa-ku”. (H.R. Muslim
dari Abi Hurairah R.a).
8. Disamping
memohon untuk diri sendiri dan sekeluarga supaya memohonkan bagi ummat dan
masyarakat, bangsa negara dan seterusnya. Pokoknya bagi semua yang ada
hubungan hak dengan kita, lebih-lebih mereka yang kita rugikan, moriil atau
materiil, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Secara
umum dan garis besar, yang dimohonkan adalah maghfiroh, hidayah,
taufiq dan barokah.
Sabda Nabi
الرَّاحِمُونَ
يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِى الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى
السَّمَاءِ (رواه الترمذي عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو)
“Orang-orang yang mengasihi dan menyayangi (kepada
sesama) akan dikasih-sayangi oleh Alloh Yang Maha Pengasih. Kasih sayangilah
orang-orang yang ada di bumi maka kalian akan dikasihi oleh yang berada di langit.
(HR. At-Tirmidzi dari Abdulloh bin ‘Amrin)
9. Bacaannya
supaya tartil sesuai dengan makhroj, tajwid dan mad (panjang
pendeknya) serta tanda baca yang tepat.
10. Gaya,
lagu, sikap dan cara pelaksanaannya supaya sesuai dengan tuntunan dari Muallif
Sholawat Wahidiyah . (Pelajari
kaset mujahadah Beliau)
11. Bacaan
makmum tidak boleh mendahului bacaan imamnya dan juga tidak boleh terlalu
jauh ketinggalan (Jawa, dlewer). Bacaan dan suara harus seragam.
Tidak boleh terlalu tinggi dari suara Imam ! Paling-paling sama atau lebih
rendah sedikit.
Sabda Nabi dalam hal berjamaah sholat :
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ (رَواهُ
مُسْلِمٌ عَن أَبي هُرَيْرَةَ)
“Bahwasanya diadakannya imam agar
diikuti” H.R. Muslim dari Abi Hurairah R.a).
12. Bagi yang
terpaksa tidak dapat mengendalikan kerasnya suara, supaya mengambil jarak
dari mikrofon agar tidak menggangu / mempengaruhi yang lain.
13. Lagu “tasyaffu’”
harus seragam mengikuti tuntunan yang diberikan oleh Hadlrotul-Mukarrom
Muallif Sholawat Wahidiyah . Tidak boleh membuatghoyah atau
variasi sendiri. Yang mengetahui kesalahan mengenai lagu (juga mengenai
kesera-gaman mujahadah) berkewajiban memperingatkan dengan cara bijaksana.
Bagi yang sukar untuk mengadakan penyesuaian, jangan berada di dekat mikrofon,
atau untuk sementara waktu tidak boleh memimpin lagu “tasyafu” atau
menjadi imam mujahadah. Agar kekeliruannya tidak menular kepada yang lain
14. Jika
mengalami pengalaman batin, tangis atau jeritan supaya dikendalikan dan
dimanfaatkan sekuat mungkin untuk lebih mendekat kepada Alloh waRosuulihi ..
Jangan sampai menimbulkan gangguan terhadap lingkungannya.
|